You are currently viewing Sosialisasi Peraturan Menteri Nomor 53 Tahun 2023 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, STDI Imam Syafi’i Siap Menyambut Perubahan

Sosialisasi Peraturan Menteri Nomor 53 Tahun 2023 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, STDI Imam Syafi’i Siap Menyambut Perubahan

Sosialisasi ini diinisiasi oleh Kopertais IV Surabaya menyambut keluarnya peraturan terbaru mengenai Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi yaitu Peraturan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023. Sosialisasi yang dilakukan pada 18 September 2023 di Gedung Amphitheater UINSA Surabaya ini dihadiri oleh para pimpinan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam baik negeri maupun swasta di Jawa Timur. STDI Imam Syafi’i, yang diwakili oleh Ketua LPM, turut hadir dan ikut serta dalam kegiatan tersebut. Sosialisasi ini menghadirkan Anindito Aditomo, S.Psi., M.Phil., Ph.D. sebagai narasumber. Beliau adalah Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI.

Peraturan ini sudah mulai dikerjakan dan diuji sejak dua tahun belakangan, meskipun baru ditetapkan beberapa pekan lalu tepatnya tanggal 18 Agustus 2023. Peraturan ini sangat fundamental untuk perkembangan pendidikan tinggi ke depannya. Sosialisasi ini dilakukan karena kebijakan perlu didialogkan langsung kepada yang mengeluarkannya, bukan karena mereka yang diamanatkan tidak paham, tapi perlu komunikasi langsung dua arah untuk menepis keraguan yang muncul ketika menafsirkan sebuah peraturan secara sepihak.

Bagaimanapun juga standar harus ditetapkan untuk menjadi acuan bersama. Potensi masalah memang tetap akan ada, yakni ketika standar diterjemahkan menjadi penyeragaman yang kaku dan akhirnya menutup ruang inovasi. Standar harus dipahami sebagai syarat positif untuk melandasi dan menghargai potensi kreatif sekaligus juga merapikan arah perkembangan agar terkontrol dan tidak menyia-nyiakan potensi tersebut.

Sebelum membahas isi peraturan khususnya tentang isi Standar Nasional Pendidikan Tinggi, perubahan mendasar yang terapat di dalam peraturan adalah standar-standar yang ada yaitu standar nasional pendidikan, standar penelitian, standar pengabdian kepada Masyarakat, dikelompokkan menjadi 3, yaitu standar luaran, standar proses, dan standar masukan.

Beberapa poin dalam peraturan baru adalah di antaranya mengenai pengintegrasian kompetensi lulusan. Hal ini karena dalam peraturan sebelumnya, kompetensi lulusan dirumuskan dengan kategori lebih detail, menjadikan materi yang harus disampaikan dosen jadi sangat banyak dan tidak terfokus, demi mewakili tiap kompetensi tersebut. Implikasi lain adalah dosen jadi harus mengadakan ujian yang berbeda-beda untuk menguji berbagai kompetensi, padahal tidak harus demikian, karena ada beberapa kasus kompetensi sikap misalnya berkelindan dengan keterampilan, atau kompetensi pengetahuan yang tumpeng tindih dan simultan dengan keterampilan, dan sebagainya.

Poin lainnya yang menarik perhatian adalah varian tugas akhir sebagai syarat kelulusan mahasiswa. Dijelaskan bahwa menjadikan skripsi sebagai satu-satunya syarat menimbulkan beberapa masalah, misalnya kasus di mana ada mahasiswa pintar yang kesulitan untuk lulus bahkan ada yang sampai di-DO. Peraturan-peraturan ini menjadi tantangan bersama dan menuntut perguruan tinggi untuk mengaplikasikan alternatif lain dalam memastikan mahasiswa lulus dengan kompetensi lulusan sesuai standar yang ditetapkan masing-masing prodinya dan akktivitas tersebut sesuai dengan learning outcomes pada diri masing-masing lulusan.

Kebijakan MBKM tetap ada dan semangatnya tetap sama: agar setelah lulus, mahasiswa tidak bingung. Salah satu yang menghambat implementasi MBKM adalah bahwa dalam standar lama, standar proses pembelajaran tentang satuat kredit semester (sks) yang kurang sinkron dengan proses belajar di luar prodi.

Oleh karena itu, perubahan lainnya adalah relaksasi sks yang diterapkan. Tidak semua mata kuliah cocok dengan sistem kredit yang lama, yaitu 50-60-60 menit. Dengan mendefinisikan sks adalah beban “per semester”, tidak lagi “per pekan”, maka ruang fleksibilitas jadi lebih luas dalam proses pembelajaran. Peraturan baru ini misalnya memberi peluang untuk menyelesaikan mata-mata kuliah sebelum mata kuliah lainnya, jadi tidak dilakukan bersamaan sampai akhir semester. Relaksasi sks ini pula yang diharapkan mendukung implementasi MBKM. Sistem penilaian dengan predikat “lulus” atau “tidak lulus” dan tidak terikat dengan kuantifikasi huruf dan angka juga sangat aplikatif dengan kebijakan MBKM. Dengan ini, kegiatan magang jadi lebih mudah dilakukan dan dinilai.

Berikutnya adalah tentang penelitian. Peraturan yang lama, khususnya standar pendidikan untuk S2 dan S3, telah membuat kuantitas publikasi melejit luar biasa, tapi dengan kualitas dipertanyakan. Kebijakan lama memang menghidupkan aktivitas penelitian, tapi sekaligus juga membuka pintu kretivitas jalan pintas dan budaya negatif di dunia publikasi. Semangat publikasi yang idealnya dijadikan untuk mengembangkan ilmu, berubah menjadi ajang bisnis dan produksi penelitian-penelitian yang berulang. Peraturan baru ini mengoreksi peraturan yang lama yang seolah-olah “menghukum” orang-orang yang jujur dalam proses pendidikan S2 atau S3 mereka.

Bagian berikutnya dari peraturan baru ini setelah SN Dikti adalah mengenai Sistem Penjaminan Mutu dan Akreditasi Perguruan Tinggi. Kementerian telah mengamanatkan kepada BAN-PT untuk mengeluarkan instrumen akreditasi sebagai break down dari peraturan Menteri ini paling lambat akhir tahun 2024.

Sistem akreditasi yang baru mewajibkan setiap perguruan tinggi dan prodi untuk memperoleh status “terakreditasi”. Prodi juga bisa memilih mengikuti layanan akreditasi LAM berbayar untuk memperoleh status “terakreditasi unggul”.

Hal baru dalam sistem akreditasi adalah bahwa akreditasi bisa dilakukan di level jurusan atau UPPS, tanpa harus mengakreditasi prodi satu persatu. Karena peraturan ini, maka jika jurusan atau UPPS “terakreditasi” misalnya, maka prodi akan mendapat status “terakreditasi”. Peraturan ini juga untuk menghindari terjadinya pengulangan asesmen dokumen.

Berdasarkan pada apa yang disebutkan di dalam peraturan, perguruan tinggi memiliki waktu 2 tahun untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap perkembangan pendidikan tinggi di dunia dan Indonesia yang tergambarkan di dalam peraturan Menteri terbaru ini. Ruang inovasi yang luas memungkinkan perguruan tinggi untuk menyelaraskan diri mereka dengan visi misi yang dimiliki, memilih untuk menjadi research university atau teaching university yang memang tidak fokus di pengembangan keilmuan (melalui penelitian). Peraturan ini memberi momen yang tepat kepada perguruan tinggi untuk mendeklarasikan diri sebagai “PT apa”.

Kontributor Berita: Ustadz Teguh Dwi Cahyadi, S.S., M.A. (Ketua LPM STDIIS Jember)

Tinggalkan Balasan